PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 77 / HUK / 2010
TENTANG
PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa Karang Taruna
merupakan salah satu
organisasi sosial kemasyarakatan yang
diakui keberadaannya dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial sebagaimana tercantum
dalam Pasal 38 ayat (2) huruf d, Bab VII tentang Peran Masyarakat Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
b.
bahwa dengan perkembangan
Karang Taruna yang
semakin berperan di dalam
masyarakat dan untuk lebih
meningkatkan efektivitas kegiatannya,
perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Peraturan
Menteri Sosial RI
Nomor 83/HUK/2005 tentang
Pedoman Dasar Karang Taruna;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Sosial RI tentang Pedoman Dasar Karang Taruna;
Mengingat :
1.
Undang-Undang RI Nomor
28 Tahun 1985
tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844);
2.
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor
4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 12
Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 4844);
3.
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4967);
4.
Peraturan Pemerintah RI
Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4737);
5.
Peraturan Pemerintah RI
Nomor 50 Tahun
2007 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerja
Sama Daerah (Lembaran Negara
RI Tahun 2007
Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4761);
6.
Peraturan Presiden RI
Nomor 47 Tahun
2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian
Negara;
7.
Peraturan Presiden RI
Nomor 24 Tahun
2010 tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara;
8.
Peraturan Menteri Sosial
RI Nomor 82/HUK/2005
tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Sosial;
9.
Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan :
1.
Karang Taruna adalah
organisasi sosial kemasyarakatan sebagai
wadah dan sarana pengembangan setiap
anggota masyarakat yang
tumbuh dan berkembang
atas dasar kesadaran dan
tanggung jawab sosial
dari, oleh dan
untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan
terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
2.
Anggota Karang Taruna yang selanjutnya disebut Warga Karang Taruna
adalah setiap anggota masyarakat yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai
dengan 45 (empat puluh lima) tahun yang
berada di desa/kelurahan.
3.
Forum Pengurus Karang Taruna adalah wadah atau sarana kerjasama Pengurus
Karang Taruna, dalam melakukan komunikasi,
informasi, konsultasi, koordinasi, konsolidasi
dan kolaborasi, sebagai jejaring
sosial Pengurus Karang Taruna Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
4.
Desa atau yang
disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut
desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5.
Majelis Pertimbangan Karang
Taruna (MPKT) adalah
wadah berhimpun mantan
pengurus Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang berfungsi memberikan
nasehat, mengarahkan, saran dan/atau pertimbangan demi kemajuan Karang Taruna.
6.
Kesejahteraan Sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan
sosial warga negara agar
dapat hidup layak
dan mampu mengembangkan
diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
7.
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu,
dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan
masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang
meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, penguatan sosial, dan
perlindungan sosial.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Karang Taruna berasaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Karang Taruna bertujuan untuk
mewujudkan:
a.
pertumbuhan dan perkembangan
setiap anggota masyarakat yang
berkualitas, terampil, cerdas, inovatif,
berkarakter serta memiliki
kesadaran dan tanggung
jawab sosial dalam mencegah, menangkal,
menanggulangi dan mengantisipasi berbagai
masalah kesejahteraan sosial,
khususnya generasi muda;
b.
kualitas kesejahteraan sosial
setiap anggota masyarakat
terutama generasi muda
di desa/kelurahan secara terpadu, terarah, menyeluruh serta
berkelanjutan;
c.
pengembangan usaha menuju
kemandirian setiap anggota
masyarakat terutama generasi muda; dan
d.
pengembangan kemitraan yang
menjamin peningkatan kemampuan
dan potensi generasi muda secara terarah dan
berkesinambungan.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal 4
Karang Taruna berkedudukan di
desa/kelurahan di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 5
Karang Taruna memiliki tugas pokok
secara bersama-sama dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota serta masyarakat
lainnya menyelenggarakan pembinaan
generasi muda dan kesejahteraan sosial.
Pasal 6
Dalam melaksanakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Karang Taruna mempunyai fungsi:
a.
mencegah timbulnya masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi
muda;
b.
menyelenggarakan
kesejahteraan sosial meliputi
rehabilitasi, perlindungan sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan diklat setiap anggota masyarakat
terutama generasi muda;
c.
meningkatkan Usaha Ekonomi Produktif;
d.
menumbuhkan, memperkuat dan
memelihara kesadaran dan tanggung jawab
sosial setiap anggota masyarakat
terutama generasi muda
untuk berperan secara
aktif dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial;
e.
menumbuhkan, memperkuat, dan memelihara kearifan lokal; dan
f.
memelihara dan memperkuat
semangat kebangsaan, Bhineka
Tunggal Ika dan tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
BAB IV
KEORGANISASIAN, KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN
Bagian Pertama: Keorganisasian
Pasal 7
(1)
Keorganisasian Karang Taruna berada di desa/kelurahan yang
diselenggarakan secara otonom oleh Warga
Karang Taruna setempat.
(2)
Untuk melaksanakan koordinasi, komunikasi, informasi, konsultasi,
koordinasi, dan kerja sama, dibentuk
Forum Pengurus Karang
Taruna di Kecamatan,
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional
sebagai sarana organisasi
Karang Taruna yang pelaksanaannya
melalui para pengurus di setiap
lingkup wilayah masing – masing.
(3)
Karang Taruna dan/atau
Forum Pengurus Karang
Taruna dapat membentuk
wadah yang menghimpun para
tokoh masyarakat, pemerhati
Karang Taruna, dunia
usaha akademisi dan potensi
lainnya yang memberikan
dukungan terhadap kemajuan
Karang Taruna, yang mekanisme pembentukkanya diatur
melalui keputusan Forum
Pengurus Karang Taruna Nasional dan dipertanggungjawabkan
pada Rapat Kerja Nasional.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara
Keorganisasian diatur oleh Direktur
Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.
Pasal 8
Untuk
melaksanakan tugas pokok
dan fungsi Karang
Taruna sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dan
Pasal 6, dibentuk
Majelis Pertimbangan Forum
Pengurus Karang Taruna
yang terdiri atas
para mantan pengurus dan
mantan pembina yang
memiliki fungsi konsultasi
dan pengarah bagi kepengurusan Karang Taruna dan
kepengurusan Forum Pengurus Karang Taruna.
Bagian Kedua: Keanggotaan
Pasal 9
(1)
Keanggotaan Karang Taruna
menganut sistim stelsel
pasif yang berarti
seluruh anggota masyarakat yang
berusia 13 tahun sampai dengan 45 tahun dalam lingkungan desa/kelurahan atau
komunitas adat yang sederajat merupakan Warga Karang Taruna.
(2)
Warga Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai hak
dan kewajiban yang sama tanpa
membedakan asal keturunan,
golongan, suku dan
budaya, jenis kelamin, kedudukan sosial, pendirian politik,
dan agama.
Bagian Ketiga: Kepengurusan
Pasal 10
(1)
Pengurus Karang Taruna dipilih
secara musyawarah dan mufakat oleh Warga Karang Taruna setempat dan
memenuhi syarat –
syarat untuk diangkat
sebagai pengurus Karang
Taruna yaitu:
a.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.
setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c.
memiliki pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang Taruna;
d.
memiliki pengetahuan dan
keterampilan berorganisasi, kemauan
dan kemampuan, pengabdian di
kesejahteraan sosial; dan
e.
berumur 17 (tujuh belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima)
tahun.
(2)
Kepengurusan Karang Taruna
desa/kelurahan dipilih, ditetapkan,
dan disahkan dalam Musyawarah Warga Karang Taruna di
desa/kelurahan dan dikukuhkan oleh Kepala Desa/Lurah setempat, dengan masa
bhakti 3 (tiga) tahun.
(3)
Kepengurusan Forum Pengurus
Karang Taruna dipilih,
ditetapkan, dan disahkan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Forum Pengurus Karang Taruna Kecamatan dipilih, ditetapkan, dan disahkan
melalui Temu Karya Forum Pengurus
Karang Taruna di
kecamatan dan dikukuhkan
oleh Camat setempat, dengan masa
bhakti 5 (lima) tahun;
b.
Forum Pengurus Karang Taruna Kabupaten/Kota dipilih, ditetapkan, dan
disahkan dalam Temu Karya Karang Taruna kabupaten/kota dan dikukuhkan oleh
Bupati/Walikota, dengan masa bhakti 5 (lima) tahun;
c.
Forum Pengurus Karang
Taruna Provinsi dipilih,
ditetapkan dan disahkan
dalam Temu Karya Forum Pengurus Karang Taruna provinsi dan
dikukuhkan oleh Gubernur setempat dengan masa bhakti 5 (lima) tahun; dan
d.
Forum Pengurus Karang
Taruna Nasional dipilih,
ditetapkan dan disahkan
dalam Temu Karya Nasional
Forum Pengurus Karang
Taruna dan dikukuhkan
oleh Menteri Sosial
RI, dengan masa bhakti 5 (lima) tahun.
Pasal 11
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Persyaratan
dan Tata Cara
Pelaksanaan Temu Karya
diatur oleh Direktur Jenderal
Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.
BAB V
MEKANISME KERJA
Pasal 12
(1)
Karang Taruna bersifat otonom, sosial, terbuka, dan berskala lokal.
(2)
Mekanisme hubungan kerja antara Karang Taruna dengan Forum Pengurus Karang Taruna di Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi
dan Nasional bersifat
koordinatif, konsultatif, dan kolaboratif secara fungsional.
(3)
Hubungan kerja antar
Forum Pengurus Karang
Taruna bersifat koordinatif,
kolaboratif, konsultatif dan kemitraan fungsional secara vertikal.
(4)
Hubungan kerja antar Forum Pengurus Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), diatur tersendiri yang ditetapkan melalui Rapat Kerja Nasional Forum
Pengurus Karang Taruna.
Pasal 13
(1)
Hubungan kerja antara
Karang Taruna Desa/Kelurahan dengan
Kepala Desa/Lurah bersifat pembinaan.
(2)
Hubungan kerja Karang
Taruna dan Forum
Pengurus Karang Taruna
dengan Kementerian Sosial dan
Instansi Sosial Daerah bersifat pembinaan fungsional.
(3)
Hubungan kerja antara Forum Pengurus Karang Taruna dengan
Instansi/Lembaga/ Organisasi lainnya bersifat kemitraan.
BAB VI
PEMBINA KARANG TARUNA
Pasal 14
Pembina Karang Taruna meliputi :
a.
Pembina Utama;
b.
Pembina Umum;
c.
Pembina Fungsional; dan
d.
Pembina Teknis.
Pasal 15
Pembina Utama Karang Taruna
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a adalah Presiden RI.
Pasal 16
(1)
Pembina Umum Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b
meliputi :
a.
Tingkat Pusat adalah Menteri Dalam Negeri;
b.
Tingkat Provinsi adalah Gubernur;
c.
Tingkat Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota;
d.
Tingkat Kecamatan adalah Camat; dan
e.
Tingkat Desa/Kelurahan adalah Kepala Desa/Lurah.
(2)
Pembina Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembinaan
sebagai berikut:
a.
Menteri Dalam Negeri,
melakukan pembinaan umum
secara nasional, serta mengkoordinasikan pelaksanaan
pembinaan umum oleh
masing- masing Gubernur Provinsi;
b.
Gubernur, melakukan pembinaan
umum di Provinsi
dan mengukuhkan kepengurusan FPKT Provinsi;
c.
Bupati/Walikota, melakukan pembinaan
umum di Kab/Kota
dan mengukuhkan
kepengurusan FPKT Kabupaten/Kota;
d.
Camat, melakukan pembinaan
umum di Kecamatan
dan mengukuhkan kepengurusan FPKT Tingkat Kecamatan; dan
e.
Kepala Desa/Lurah, melakukan
pembinaan umum di
desa/kelurahan, mengukuhkan kepengurusan Karang
Taruna desa/kelurahan, memfasilitasi
kegiatan Karang Taruna
di desa/kelurahan.
Pasal 17
(1)
Pembina Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi
:
a.
Tingkat Pusat adalah Menteri Sosial;b.
Tingkat Provinsi adalah Kepala Instansi Sosial Provinsi;
c.
Tingkat Kabupaten/Kota adalah Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota; dan
d.
Tingkat Kecamatan adalah Seksi Kesejahteraan Sosial pada kantor
Kecamatan.
(2)
Pembina Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
pembinaan :
a.
secara fungsional;
b.
bimbingan keorganisasian Karang Taruna;
c.
program dan kegiatan dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan Karang Taruna selaku Orsos kemasyarakatan Kepemudaan
di desa/kelurahan; dan
d.
secara fungsional di
dalam pelaksanaan fungsi
koordinasi, komunikasi, informasi, kolaborasi dan kerja sama pada
kepengurusan FPKT Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai Nasional.
Pasal 18
(1)
Pembina Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d meliputi :
a.
Tingkat Pusat adalah Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
b.
Tingkat Provinsi adalah Instansi/Dinas Terkait tingkat Provinsi; dan
c.
Tingkat Kabupaten/Kota adalah Instansi/Dinas terkait tingkat
Kabupaten/Kota.
(2)
Pembina teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), memfasilitasi,
memberikan bimbingan dan pengembangan
terhadap Karang Taruna
sesuai tugas pokok
dan fungsinya dalam pelaksanaan program.
BAB VII
PROGRAM KERJA
Pasal 19
Setiap Karang Taruna bertanggung jawab
untuk menetapkan program kerja berdasarkan mekanisme, potensi, sumber,
kemampuan dan kebutuhan Karang Taruna setempat.
Pasal 20
(1)
Program Kerja Karang
Taruna terdiri dari
pembinaan dan pengembangan
generasi muda, penguatan organisasi,
peningkatan usaha kesejahteraan
sosial, usaha ekonomis
produktif, rekreasi olahraga dan kesenian, kemitraan dan lain-lain
sesuai kebutuhan.
(2)
Program kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) disusun sebagai
hasil musyawarah/mufakat berdasarkan rencana jangka pendek, menengah dan
panjang.
(3)
Untuk melaksanakan program kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), Karang Taruna dapat membentuk unit teknis.
BAB VIII
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Pasal 21
(1)
Penyelenggaraan Program Karang
Taruna menjadi tanggung
jawab dan wewenang Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2)
Tanggung jawab dan
wewenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Menteri Sosial,
Gubernur, dan Bupati/Walikota.
Pasal 22
Tanggung jawab
dan wewenang Menteri
Sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21
ayat (2) meliputi :
a.
menetapkan Pedoman Umum Karang Taruna;
b.
menetapkan standar dan indikator secara nasional;
c.
melakukan program percontohan;
d.
memberikan stimulasi;
e.
memberikan penghargaan;
f.
melakukan sosialisasi;
g.
melakukan monitoring;
h.
melaksanakan koordinasi; dan
i.
memantapkan Sumber Daya Manusia.
Pasal 23
Tanggung jawab dan wewenang Gubernur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) meliputi :
a.
melaksanakan tugas desentralisasi bidang Pemberdayaan Karang Taruna;
b.
melaksanakan tugas dekonsentrasi bidang Pemberdayaan Karang Taruna;
c.
melakukan program pengembangan;
d.
melakukan pembinaan kemitraan dengan Forum Pengurus Karang Taruna;
e.
memberikan penghargaan;
f.
melakukan sosialisasi;
g.
melakukan monitoring; dan
h.
melaksanakan koordinasi.
Pasal 24
Tanggung jawab
dan wewenang bupati/walikota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
21 ayat (2) meliputi:
a.
melaksanakan tugas pembantuan;
b.
melakukan penumbuhan Karang Taruna;
c.
melakukan pemutakhiran data Karang Taruna;
d.
melaksanakan pembinaan lanjutan;
e.
melakukan pembinaan kemitraan dengan Forum Pengurus Karang Taruna;
f.
memberikan penghargaan;
g.
melakukan sosialisasi;
h.
melakukan monitoring; dan
i.
melaksanakan koordinasi.
BAB IX
PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN
Pasal 25
(1)
Pengukuhan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan dan Forum Pengurus
Karang Taruna di lingkup Kecamatan sampai
dengan Nasional dilakukan
dengan Keputusan Pejabat
yang berwenang sesuai dengan lingkup kewenangannya.
(2)
Keputusan Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a.
Keputusan Kepala Desa/Lurah
untuk pengukuhan Pengurus
Karang Taruna Desa/Kelurahan;
b.
Keputusan Camat untuk
pengukuhan Forum Pengurus Karang
Taruna di Kecamatan setempat;
c.
Keputusan Bupati/Walikota untuk
pengukuhan Forum Pengurus
Karang Taruna di Kabupaten/Kota setempat;
d.
Keputusan Gubernur untuk
Pengukuhan Forum Pengurus
Karang Taruna di
Provinsi setempat; dan
e.
Keputusan Menteri Sosial untuk Pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna
Nasional.
(3)
Pelantikan Pengurus Karang
Taruna Desa/Kelurahan dan
Forum Pengurus Karang
Taruna di Kecamatan sampai
dengan Nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) dilakukan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat lingkup wilayahnya masing-masing.
BAB X
KEUANGAN
Pasal 26
Keuangan Karang Taruna dapat diperoleh
dari :
a.
iuran Warga Karang Taruna;
b.
usaha sendiri yang diperoleh secara syah;
c.
bantuan Masyarakat yang tidak mengikat;
d.
bantuan/Subsidi dari Pemerintah; dan
e.
usaha-usaha lain yang
tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-udangan yang berlaku.
Pasal 27
Pengelolaan keuangan
Karang Taruna wajib
dilakukan secara transparan,
efisien, efektif dan akuntabilitas.
0 komentar:
Posting Komentar